Hukum anak angkat / adopsi

1. Islam tidak pernah mengakui status anak angkat yang berubah
menjadi anak kandung secara hukum. Tabanni atau mengangkat anak
memang tidak pernah dibenarkan dalam Islam.

Dahulu Rasulullah SAW pernah mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai
anak angkat dengan segala konsekuensinya termasuk menerima warisan.
Namun Allah menegur dan menetapkan bahwa status anak angkat tidak ada
dalam Islam. Dan untuk lebih menegaskan hukumnya, Allah telah
memerintahkan Rasulullah SAW untuk menikahi janda atau mantan istri
Zaid yang bernama Zainab binti Jahsy.

?...Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya ,
Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang
mu'min untuk isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak
angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya . Dan
adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.?(QS. Al-Ahzab :37)

Dengan menikahi Zainab yang notabene mantan istri ?anak angkat?nya
sendiri, ada ketegasan bahwa anak angkat tidak ada kaitannya apa-apa
dengan hubungan nasab dan konsekuensi syariah. Anak angkat itu tidak
akan mewarisi harta seseorang, juga tidak membuat hubungan anak dan
ayah angkat itu menjadi mahram. Dan ayah angkat sama sekali tidak
bisa menjadi wali nikah bagi anak wanita yang diangkat. Dan juga
tidak boleh bernasab dan menisbahkan nama seseorang kepada ayah
angkat.

Islam telah mengharamkan untuk menyebut nama ayah angkat di belakang
nama seseorang. Allah SWT telah menegaskan di dalam Al-Quran
keharaman hal ini :

?Panggilah mereka dengan nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih
adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak
mereka, maka saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak
ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi apa
yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.?(QS. Al-Ahzab :5)

2. Sedangkan dalam masalah saudara sesusuan, memang ada hukum
tersendiri. Dan hukumnya lepas dari urusan anak atau orang tua
angkat. Saudara sepersusuan bisa terjadi jika ada dua orang atau
lebih menetek kepada satu wanita yang sama. Contohnya: A adalah
seorang anak laki-laki dari keluarga B. Ketika masih kecil ia pernah
disusui oleh istri keluarga D dan keluarga ini memiliki dua orang
anak, F dan G. Maka hubungan antara mereka dengan A adalah saudara
sepersusuan.

Para fuqoha telah sepakat bahwa syarat terjadinya hubungan
saudara/anak sepersusuan adalah jika anak tersebut menyusui dari air
susu wanita yang menyusuinya sebanyak lima kali atau lebih dan anak
tersebut berusia dua tahun ke bawah atau masih dalam masa menyusui.

Hal tersebut ditegaskan oleh hadits Aisyah RA: ?Di antara ayat yang
pernah Alloh turunkan (Asyru radho?aatim ma?luumaatin yuharrimna/
sepuluh kali tetekan/susuan yang diketahui mengharamkan) dinasakh
dengan ayat ?khomsu Radho?aatin? lima kali susuan. Lalu Rasulullah
SAW wafat dan ayat tersebut termasuk yang dibaca dalam Al-Qur?an? (HR
Muslim 2/1075)

Rasulullah SAW bersabda,?Penyusuan itu tidak berlaku kecuali apa yang
bisa menguatkan tulang menumbuhkan daging?. (HR. Abu Daud).

Dari Ummi Salamah ra. Berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,?
Penyusuan itu tidak menyebabkan kemahraman kecuali bila menjadi
makanan dan sebelum masa penyapihan?. (HR. At-Tirmizi).

Apabila hal tersebut di atas terjadi, maka anak tersebut menjadi anak
sepersusuan bagi wanita tersebut serta anak-anaknya menjadi saudara
sepersusuan. Dan berlaku bagi mereka hukum nasab dalam hal
ketidakbolehan menikah dengan mereka dan kemahroman.

Rasulullah SAW bersabda: ?diharamkan karena disebabkan persusuan
sebagaimana diharamkan oleh nasab? (HR Bukhori /Fath 5/253 dan Muslim
2/1072)

Oleh karena itu, orang yang dinikahi oleh anak wanita tersebut, haram
juga dinikahi oleh saudara sepersusuan tetapi tidak sebaliknya.
Contoh: Jika anak wanita tersebut adalah laki-laki maka ia tidak
boleh menikahi bibinya (adik perempuan ibunya) demikian juga dengan
saudara sepersusuannya. Dan jika mereka berdua berlainan jenis maka
dilarang menikah di antara mereka.

Dalam Al-Qur?an Alloh SWT berfirman: ?Diharamkan atas kamu mengawini
ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang
perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki,
anak-anak perempuan dari saudar-saudaramu yang perempuan,ibu-ibumu
yang menyusui kamu, saudara perempauan sepersusuan..? (an-Nisa: 23)

3. Sebagaimana sudah kami jelaskan pada nomor 1 bahwa Islam tidak
mengenal anak angkat, sehingga hukumnya secara fiqih tidak lain
adalah orang asing (ajnabi). Dia bukan mahram, tidak mewarisi dan
diwarisi dan Anda tidak bisa menjadi wali baginya.

Comments :

0 komentar to “Hukum anak angkat / adopsi”

Posting Komentar