Intisari Semua Agama Sama, Ditolak oleh Allah

Ketika menerima delegasi Kristen Najran, Nabi Muhammad saw. melakukan debat tentang persoalan-persoalan teologis dengan mereka. Ketika tidak terjadi titik temu, Nabi saw. menantang mereka untuk bermubahalah (sumpah saling melaknat, ed.), siapa yang berdusta akan dijatuhi laknat oleh Allah.

Eksklusivitas teologi Islam terdapat dalam berbagai ayat dan hadits Nabi saw. (Misal: Ali lmran: 19, 85, Al-Maa'idah: 72-75). Muhammad saw. tidak pernah mereduksi Islam menjadi sekadar "sikap pasrah" atau "ikatan" seperti diartikan oleh Cak Nur, yang menerjemahkan surah Ali lmran: 19 dengan "Sesungguhnya, ikatan (ad-din) di sisi Allah adalah sikap pasrah (Al-lslam)."

Dari kota Madinah, Nabi saw. mengirimkan surat kepada Heraklius, Muqauiqis, dan raja-raja lainnnya. Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. Aslim taslam 'masuk Islamlah kalian, maka kalian akan selamat', begitu ajakan Nabi saw. Beliau tidak memaksa mereka untuk memeluk Islam, tetapi menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia, mengajak penduduk bumi untuk menjadi Muslima secara formal dan informal sekaligus. Banyak orang yang masuk Islam mendatangi Nabi Muhammad saw. dan membaca syahadat di depan beliau. Ketika itu, Nabi saw. tidak menyatakan kepada mereka, "Cukuplah kalian pasrah kepada Tuhan kalian, sebab intisari semua agama (the heart of religions) adalah sama."

Teologi inklusif versi Cak Nur, yang dielaborasi oleh Sukidi dalam buku ini, sulit ditemukan pijakannya dalam Al-Qur'an dan sunnah Rasul, ijma' para sahabat, atau pendapat para ulama terdahulu. Sukidi merujuk pada Konsili Vatikan II tahun 1963-1965 yang merevisi prinsip extra ecclesium mulla salus ke arah teologi inklusif, di mana keselamatan tidak lagi menjadi monopoli umat Kristiani dengan keharusan mengeksplisitkan iman kepada Yesus Kristus. Dengan konsili itu, Gereja Kristen mengakui adanya keselamatan di luar Kristen, yang menurut teolog Katolik yang berhaluan inklusif, seperti Karl Rahner, disebutnya sebagai Anonymous Christian (hlm. 17).

Tegasnya, melalui teologi inklusif, Sukidi mengajak umat Islam untuk meyakini bahwa "tidak hanya agama Islam" yang menjadi jalan keselamatan. Artinya, untuk selamat (di dunia dan akhirat), bisa saja orang mengambil jalan selain Islam, sebab semua agama memiliki substansi yang sama, dengan mengambil perumpaaan substansi air, cahaya, dan roda sepeda (hlm. xviii-xix). Tidak dijelaskan agama apa saja yang substansinya sama. Apakah agama Darmogandul, Gatholoco, Hindhu, Budha, Baha'i, dan ratusan agama lainnya juga memiliki substansi yang sama? Buku ini sama sekali tidak memberikan batasan/definisi yang jelas, apa yang layak dikategorikan sebagai satu "agama" sebelum membuat kesimpulan bahwa "intisari semua agama adalah sama".

Konsepsi teologi inklusif itu juga sangat aneh. Perbedaan teologi lslam dan Kristen, misalnya, justru terletak pada hal yang substansial, dalam konsep tauhid. Teologi Kristen yang berpangkal pada "penyaliban dan kebangkitan Yesus" justru secara diametral ditolak oleh konsep teologi Islam yang secara tegas menolak kisah tentang penyaliban Yesus tersebut (An-Nisaa': 157). Lebih dari itu, orang yang meyakini Isa a.s. sebagai Tuhan atau "salah satu dan yang tiga" dicap oleh Al-Qur'an sebagai kaum kafir (Al-Maa'idah: 72-75).

Al-Qur'an tidak berbasa-basi dalam soal ini. Ironisnya, Cak Nur atau Sukidi bersikap seperti "burung unta" dalam melihat perbedaan-perbedaan substanaal di antara agama-agama yang ada. Selanjutaya, dengan gampangnya menyatakan bahwa inti dari agama-agama adalah sama, semata-mata hanya mendasarkan pendapat satu atau dua ilmuwan tertentu.

Jika direnungkan lebih mendalam, teologi inklusif Cak Nur memang amburadul, absurd, dan menghancurkan fondasi keimanan Islam. Teologi jenis ini juga terkesan "genit" atau "teologi iseng" karena dalam tataran praksis, penyebar teologi ini juga tidak berani bersikap jujur dengan dirinya sendiri. Mereka juga tetap memeluk organized religion dan tidak secara fair melepaskan klaim-klaim keagamaan formal. Misalnya, mereka berani berpesan: jika mereka mati kelak, tidak usahlah dikubur secara islami, tetapi cukup misalnya mayat mereka dibakar atau dibuang ke laut. Toh, intinyakan sama: kembali kepada Tuhan juga!.

Comments :

0 komentar to “Intisari Semua Agama Sama, Ditolak oleh Allah”

Posting Komentar