Salman al-Farisi demi cintanya kepada kebenaran. Ia rela mencari agama yang sanggup mencerahkan pikiran dan mengobati kegundahan jiwanya. From Persia With Love. Boleh dibilang Salman al-Farisi begitu. Sebab, dengan cinta di dada untuk mencari kebenaran, beliau rela jauh-jauh dari Persia berkelana hingga terdampar di Madinah. Bertemu Rasul dan masuk Islam. Kecintaannya kepada Islam mengalahkan kepercayaannya sebagai kaum penyembah api dan manusia. Yes, Salman meninggalkan agama Majusi dan Nashrani.
Anda tahu Mush’ab bin ‘Umair? Duh, sahabat Rasulullah saw. yang satu ini ridho meninggalkan istana megahnya demi cinta kepada Islam. Rela mencampakkan pakaian indah dan gelimang harta. Islam, mampu menenggelamkan segala kenikmatan dunia lainnya. Mush’ab bin ‘Umair adalah orang pertama yang diutus Rasulullah saw. untuk membacakan al-Quran, mengajarkan Islam, dan memberi pemahaman agama kepada masyarakat Madinah. Mush’ab menemani 12 orang laki-laki Madinah setelah Bai’at ‘Aqabah pertama. Alhamdulillah, Islam kemudian tersebar cepat di Madinah hanya dalam kurun waktu tiga tahun, hingga membuat Rasulullah saw. gembira dan memikirkan untuk hijrah ke sana sekaligu menerapkan Islam sebagai ideologi negara. Subhanallah… Begitulah jika cinta sudah terpatri kuat di hati. Islam memang layak kita cintai, kita bela, dan kita perjuangkan. Drama kehidupan bersama Islam yang dimainkan para sahabat Rasulullah saw. dalam membela Allah, Rasul-Nya, dan tentunya juga Islam sungguh sangat mengagumkan.
Suatu ketika Zaid bin Datsinah bersama lima sahabat lainya diutus Rasulullah menemani sekelompok kecil kabilah untuk mengajarkan Islam ke kabilah yang bertetangga dengan Bani Hudzail tersebut. Waktu itu, negara Islam sudah berdiri. Kejadiannya pasca Perang Uhud. Sayangnya, enam utusan Rasulullah saw. itu dikhianati. Tiga di antaranya syahid. Tiga lagi menjadi tawanan dan dijadikan budak untuk dijual (termasuk Zaid bin Datsinah). Waktu itu, Zaid hendak dibeli oleh Shafwan bin Umayyah, untuk kemudian dibunuh sebagai balasan atas kematian ayahnya, Umayyah bin Khalaf, yang tewas di tangan kaum Muslimin saat Perang Badar. Zaid ditanya oleh Abu Sufyan: “Hai Zaid, aku telah mengadukanmu kepada Allah. Sekarang, apakah engkau senang Muhammad berada ditangan kami menggantikan tempatmu, lalu engkau memenggal lehernya dan engkau kembali kepada keluargamu?”. “Demi Allah!” jawab Zaid lantang, “Aku tidak rela Muhammad menempati suatu tempat yang akan dihantam jerat yang menyiksanya, sementara aku duduk-duduk dengan keluargaku.” Abu Sufyan sangat terkesan dengan kata-kata Zaid. Bibirnya menyungingkan senyuman sinis sambil berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang mencintai sahabatnya seperti kecintaan sahabat-sahabat Muhammad,” kata Abu Sufyan geram ditengah kekagumannya. Kemudian, Zaid pun dibunuh. Subhanallah, ini memang bukan cinta biasa. Membela dan memperjuangkan Islam, sebagai bentuk kecintaan kepada agama Allah ini, membuat Khubaib, temannya Zaid yang juga diutus Rasulullah dalam misi tersebut, rela melepaskan nyawanya. Sebelum syahid, beliau memandang musuh-musuh Allah dengan marah sambil meneriakkan doa: “Ya Allah, sesungguhnya telah sampai kepada kami risalah Rasul-Mu, maka besok sampaikan kepadanya apa yang membuat kami demikian. Ya Allah, hitunglah (bilangan) mereka (dan lemparkan mereka) berkali-kali, bunuhlah mereka dengan sekali lumat, dan janganlah Engkau biarkan mereka hidup seorang pun dari mereka!” Mendengar teriakan Khubaib, mereka menjadi gemetar. Dengung suara itu seolah merobek-robek nyawa mereka. Kemudian, Khubaib pun dibunuh.
Itu baru sahabat Rasulullah saw. bagaimana dengan ummat Islam kini? Ini salah satu kisahnya. Di Perbatasan Gaza, tersengguk, disekanya tetes-tetes yang menggenang dipelupuk kedua mata. Bukan! Bukan tangis kedukaan! Tetapi keterharuan yang memuncak dalam impian akan perjumpaan dengan wajah Kekasih yang dirindukan. Diucapkannya basmalah, dan ditanggalkannya berlapis-lapis riya’ yang mungkin masih terpasung di alam bawah sadarnya. Bangkit ia bergegas menyambut seruan Tuhan, dan menggumam perlahan, “Ini untuk ayah-bundaku, adik-kakak-ku, teman-teman seperjuanganku, untuk Al Aqsho, untuk Palestina, untuk Al Islam!”. Mengeras rahangnya menahan degup dendam suci atas tercabiknya tanah kehormatan. Berkilat mata elangnya menyiratkan tekad penuh kesungguhan dan keberanian tak kenal gentar. Islam I’m in Love. Mengendap. Berkelibat di bawah bayang-bayang purnama yang tersaput awan. Begitu mudah memasuki perbatasan yang dijaga ketat budak-budak hina, sosok-sosok kera berwujud manusia. Aman sudah. Dan…, “Dduuaaaarrrrrr!!!!!”. Jasad itu musnah sudah. Namun ruhnya melayang mengangkasa, dijemput cantik bidadari yang tak sempat ditemuinya di dunia. subhanallah…
Lalu bagimana dengan Rasul SAW? Aisyah ra. bercerita tentang Rasulullah saw. setelah didesak oleh Abdullah bin Umar. Apa yang diceritakan Ummul Mukminin Aisyah ra? Beliau menceritakan sepotong kisah bersama Rasulullah saw. ( Tafsir Ibnu Katsir, I: 1441 ): “Pada suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, dia berkata, “Ya, Aisyah, izinkan aku beribadah kepada Rabbku.” Aku berkata, “Aku sesungguhnya senang merapat denganmu, tetapi aku senang melihatmu beribadah kepada Rabbmu.”Dia bangkit mengambil gharaba air, lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat, kudengar dia terisak-isak menangis. Kemudian dia duduk membaca al-Quran, juga sambil menangis sehingga air matanya membasahi janggutnya, ketika dia berbaring, air matanya mengalir lewat pipinya mambasahi bumi di bawahnya. Pada waktu fajar, Bilal datang dan masih melihat Nabi saw. menangis,”Mengapa Anda menangis, padahal Allah ampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang kemudian?” tanya Bilal. “Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur. Aku menangis karena malam tadi turun ayat Ali Imran 190-191. Celakalah orang yang membaca ayat ini dan tidak memikirkannya.” Demi cintanya kepada Allah, dan juga agama ini, Rasulullah saw. sanggup mengesampingkan kenikmatan-kenikmatan lainnya. Subhanallah . Sekali lagi, ini bukan cinta biasa! Islam, I’m in Love.
Sumber: Artikel yang ditulis oleh sahabat kita Nawawi Ahmad untuk komunitas “Ngaji, Bikin Keren”
Comments :
Posting Komentar